Meski saat
membangun gedung, rumah, atau bangunan lainnya kita tidak menggunakan jasa
kontraktor bangunan yang resmi, jangan dikira kita akan bebas dari pajak.
Apalagi yang namanya PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Sebab di UU PPN ada objek
pengenaan PPN berupa kegiatan membangun sendiri bangunan.
Pasal 16C UU PPN
menegaskan bahwa terhadap kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, dikenakan PPN. Sedangkan ketentuan
mengenai batasan dan tata cara pengenaannya diatur lebih lanjut oleh Menteri
Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 163/PMK.03/2012. Dalam
praktik PPN ini sering disebut dengan PPN Pasal 16C atau PPN KMS.
PMK Nomor
163/PMK.03/2012 merupakan pengganti dari PMK Nomor 39/PMK.03/2010. Untuk
memudahkan penulisan artikel, PMK Nomor 163/PMK.03/2012 ini untuk selanjutnya
akan disebut PMK Baru sedangkan PMK Nomor
39/PMK.03/2010 disebut dengan PMK Lama.
Selain kedua PMK tersebut, peraturan
pajak lainnya yang menjelaskan mengenai PPN Kegiatan Membangun Sendiri (PPN
KMS) ini adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2012, PER-27/PJ/2010 dan
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-70/PJ/2010. Kedua peraturan yang disebut
terakhir ini merupakan juklak dari PMK Lama.
Definisi Membangun Sendiri
Dalam pandangan PPN
yang dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri bangunan adalah apabila kita
(orang pribadi maupun badan, PKP maupun bukan) membangun bangunan tanpa menggunakan
kontraktor resmi. Dan kalaupun kita menggunakan kontraktor resmi tetapi bila
kontraktor itu tidak memungut PPN kepada kita (misalnya karena kontraktornya
belum PKP atau karena alasan lainnya), itu pun tetap dianggap kegiatan
membangun sendiri.
Membangun sendiri
yang terutang PPN adalah jika bangunan yang kita bangun itu berupa konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah
dan/atau perairan dengan kriteria:
1.
Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata
atau bahan sejenis, dan/atau baja;
2.
Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha;
dan
3.
Luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter
persegi). Ketentuan ini berbeda dengan PMK Lama yang mensyaratkan luas bangunan
paling sedikit 300m2.
Jika salah satu
dari ketiga kriteria itu tidak terpenuhi, misalnya keseluruhan bangunan tidak
mencapai 200m2, maka terhadap kegiatan membangun sendiri itu tidak
terutang PPN. Akan tetapi harap jangan salah mengartikan kata ‘bangunan’ dalam konteks ini. Sebab seperti
diuraikan di atas, kata‘bangunan’ dalam konteks membangun sendiri ini adalah meliputi seluruh
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan
tanah maupun perairan.
Misalnya saja kita mendirikan
bangunan rumah seluas 150m2 kemudian di sekitar rumah itu misalnya kita
bangun pagar, garasi, dan juga taman, maka luas pagar, garasi dan taman ikut
dihitung sebagai bagian dari bangunan.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
PPN KMS yang
terutang dihitung sebesar tarif PPN KMS dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak
(DPP). Dalam hal ini, tarif PPN KMS ditetapkan sebesar 10% (sepuluh) persen
sedangkan DPP-nya sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah yang
dikeluarkan/dibayarkan untuk membangun bangunan tetapi tidak termasuk harga
tanah (dalam PMK Lama, DPP-nya adalah 40%).
Dalam SE-70/PJ/2010 tanggal 2 Juni
2010, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan jumlah biaya yang
dikeluarkan/dibayarkan adalah juga PPN (Pajak Masukan) atas perolehan bahan dan
jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut. Misalnya dari catatan kita
tercantum keterangan mengenai kegiatan membangun sendiri sebagai berikut:
No
|
Rincian
Pengeluaran/Biaya
|
Jumlah
(Rp)
|
1.
|
Harga
Tanah
|
1.000.000.000,-
|
2.
|
Pajak
Masukan Tanah
|
100.000.000,-
|
3.
|
Fee
Arsitek
|
50.000.000,-
|
4.
|
PPN
Masukan Arsitek
|
5.000.000,-
|
5.
|
Material
Bangunan
|
700.000.000,-
|
6.
|
PPN
Masukan Material
|
70.000.000,-
|
7.
|
Upah
Tukang dan Mandor
|
500.000.000,-
|
|
Total Biaya Pembangunan
|
2.425.000.000,-
|
Dari total biaya pembangunan sebesar
Rp 2.425.000.000,00 tersebut, yang menjadi DPP untuk menghitung PPN KMS adalah
Rp 1.325.000,000,00. Dalam hal ini harga perolehan tanah termasuk PPN Masukan
Tanah tidak ikut dihitung sebagai DPP PPN KMS. Sebab sesuai dengan Pasal 3 ayat
(2) PMK Baru, harga perolehan tanah tidak termasuk sebagai DPP untuk menghitung
PPN KMS.
Tidak Dapat Dikreditkan
Sesuai dengan
penegasan dalam Pasal 10 PMK Baru, PPN KMS yang sudah dibayar oleh WP tersebut
tidak dapat dikreditkan di SPT Masa PPN (bersifat final). Namun demikian, PPN
KMS ini boleh dibiayakan di SPT Tahunan PPh melalui penyusutan bangunan
tersebut asalkan bangunan itu digunakan untuk kegiatan usaha 3M dan penghasilan
dari pengusahaan bangunan tersebut tidak dikenai PPh Final.
Misalnya jika
bangunan itu kemudian kita sewakan kepada pihak lain, maka atas penghasilan
sewa itu akan dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2). Dengan demikian biaya
penyusutan bangunan itu tidak boleh dibiayakan di SPT Tahunan PPh.
Saat Terutangnya PPN Membangun Sendiri
Banyak orang yang
keliru dalam menerapkan PPN KMS. Mereka umumnya menilai bahwa PPN KMS terutang
dan harus dibayar pada saat bangunan selesai dibangun. Padahal PPN KMS itu
terutang sejak bulan pertama dimulainya kegiatan membangun sendiri sampai
dengan bulan selesainya bangunan tersebut dibangun.
Misalnya kita
memulai kegiatan membangun sendiri pada bulan Desember 2012 dan pengerjaannya
memakan waktu 4 bulan hingga bulan Maret 2013. Dalam hal ini PPN KMS terutang
sejak bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Maret 2013. Akan tetapi
pembayaran PPN KMS tidak dilakukan secara gelondongan di bulan Maret 2013
melainkan dibayar setiap bulan mulai bulan (masa pajak) Desember 2013 sampai
dengan bulan Maret 2013.
Saat Penyetoran PPN KMS
PPN KMS harus
disetorkan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan
terjadinya pengeluaran/biaya pembangunan. Misalnya kita memulai pembangunan
gudang pada bulan Desember 2012, pembangunan fondasi dlsb, dengan total rincian
biaya sebagai berikut:
No
|
Rincian Pengeluaran/Biaya
|
Jumlah
(Rp)
|
1.
|
Fee
Arsitek
|
50.000.000,-
|
2.
|
PPN
Masukan Arsitek
|
5.000.000,-
|
3.
|
Material
Bangunan
|
100.000.000,-
|
4.
|
PPN
Masukan Material
|
10.000.000,-
|
5.
|
Upah
Tukang dan Mandor
|
50.000.000,-
|
|
Total Biaya Pembangunan
|
215.000.000,-
|
Dari keterangan tersebut, PPN KMS
yang terutang untuk bulan (masa pajak) Desember 2012 dihitung sebesar = 10% x
(20% x Rp215.000.000,00) = Rp4.300.000,00.
PPN KMS bulan (masa pajak) Desember
2012 ini harus kita setorkan melalui bank persepsi (kantor pos dan giro) paling
lambat tanggal 15 Januari 2013. Dan jika misalnya tanggal 15 Januari 2013 itu
jatuh tepat pada hari libur, termasuk hari Sabtu atau libur nasional, maka
sesuai Pasal 3 PMK Nomor 184/PMK.03/2007 penyetorannya bisa dilakukan pada hari
kerja berikutnya. Dalam hal ini yang dimaksud dengan hari libur nasional
termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang
ditetapkan Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Jika misalnya dalam
bulan Januari 2013 kegiatan membangun gudang itu untuk sementara dihentikan dan
tidak ada biaya pembangunan yang dikeluarkan selama bulan Januari 2013, maka
untuk bulan (masa pajak) Januari 2013 tidak ada PPN KMS yang harus disetor.
Kemudian, misalnya di bulan Februari
2013 ada kegiatan lagi dan total biaya yang dikeluarkan Rp 200.000.000,00
(termasuk PPN Masukan atas material dan jasa lainnya), maka PPN KMS untuk bulan
(masa pajak) Februari 2013 itu wajib kita setor paling lambat tanggal 15 Maret
2013, sesuai dengan ketentuan yang sudah diuraikan di atas.
Penyetoran PPN KMS
tersebut dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Tapi harap
diingat baik-baik, tata cara pengisian SSP ini pun harus mengikuti ketentuan
yang sudah ditetapkan. Sebab jika tidak mengikuti ketentuan yang sudah
ditetapkan, kita bisa menghadapi proses yang rumit dan bahkan dalam beberapa
case yang ditemui di praktik Wajib Pajak dianggap belum melakukan penyetoran
PPN KMS.
Tempat Terutang dan Tata Cara Pengisian SSP PPN KMS
PPN KMS terutang di
tempat bangunan tersebut didirikan dan harus dilaporkan kepada KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan. Ketentuan ini ternyata
ikut menentukan bagaimana seharusnya kita mengisi kolom identitas Wajib Pajak
di SSP penyetoran PPN KMS. Dan untuk menjelaskannya, berikut ini akan diberikan
satu ilustrasi.
Wajib Pajak, sebutlah A bertempat
tinggal (jika A adalah WP orang pribadi) atau bertempat kedudukan (jika A
adalah WP badan) di daerah Gambir yang berada di wilayah kerja di KPP Pratama
Gambir. Kemudian WP A ini mendirikan toko sepatu yang terkategori KMS di
wilayah Senen, Jakarta Pusat, yang berada di wilayah kerja KPP Pratama Senen.
Dalam contoh ilustrasi tersebut, PPN
KMS terutang di daerah Senen dan harus dilaporkan di KPP Pratama Senen (bukan
KPP Pratama Gambir). Pengisian SSP penyetoran PPN KMS-nya adalah sebagai
berikut:
1.
|
Jika A belum punya NPWP, baik di KPP Pratama Gambir maupun di
KPP Pratama Senen, pengisian kolom identitas Wajib Pajak di SSP adalah
sebagai berikut:
|
|||
|
· kolom NPWP
|
:
|
diisi seperti berikut: 00.000.000.0-XXX.000 di
mana huruf X diisi dengan kode KPP Pratama Senen;
|
|
|
· kolom Nama WP
|
:
|
diisi
dengan nama A;
|
|
|
· kolom Alamat WP
|
:
|
diisi
dengan alamat toko sepatu di Senen; dan
|
|
|
· Kolom Wajib Pajak/Penyetor
|
:
|
di
isi dengan nama dan alamat A di Gambir.
|
|
2.
|
Seandainya A sudah mempunyai NPWP di KPP Pratama Gambir tetapi
belum mempunyai NPWP di KPP Pratama Senen, pengisian kolom identitas Wajib
Pajak di SSP adalah sebagai berikut:
|
|||
|
· kolom NPWP
|
:
|
diisi dengan kode 00.000.000.0-XXX.000 di
mana huruf X diisi dengan kode KPP Pratama Senen;
|
|
|
· kolom Nama WP
|
:
|
diisi
dengan nama A;
|
|
|
· kolom Alamat WP
|
:
|
diisi
dengan alamat toko sepatu di Senen; dan
|
|
|
· Kolom Wajib Pajak/Penyetor
|
:
|
diisi
dengan nama A dan NPWP A di KPP Pratama Gambir.
|
|
3.
|
Jika A sudah mempunyai NPWP baik di KPP Pratama Gambir dan KPP
Pratama Senen, pengisian kolom identitas Wajib Pajak di SSP adalah sebagai
berikut:
|
|||
|
· kolom NPWP
|
:
|
diisi
dengan NPWP A di KPP Pratama Senen;
|
|
|
· kolom Nama WP
|
:
|
diisi
dengan nama A;
|
|
|
· kolom Alamat WP
|
:
|
diisi
dengan alamat toko sepatu di Senen; dan
|
|
|
· Kolom Wajib Pajak/Penyetor
|
:
|
diisi dengan nama A dan NPWP A di KPP Pratama Senen.
|
|
Tempat Pelaporan PPN KMS
SSP PPN KMS harus
dilaporkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan.
Dalam ilustrasi di atas, SSP PPN KMS harus dilaporkan ke KPP Pratama Senen
dengan cara melaporkan asli lembar ke-3 SSP PPN KMS. Dari laporan ini, KPP
Pratama Senen selanjutnya akan melakukan penelitian atau verifikasi terhadap
lokasi bangunan (toko sepatu) tersebut.
Jika dari hasil penelitian atas
pengisian kolom identitas WP dan kolom penyetor diketahui bahwa A belum punya
NPWP, baik di KPP Pratama Gambir (tempat tinggal/tempat kedudukan atau KPP
Domisili) maupun di KPP Pratama Senen (tempat toko sepatu atau KPP Lokasi),
maka KPP Pratama Senen bisa memberikan informasi kepada KPP Pratama Gambir
untuk memberikan NPWP secara jabatan kepada A [Pasal 9 ayat (5) PMK Baru].
Kemudian jika
misalnya si A sudah punya NPWP di KPP Pratama Gambir, tetapi belum punya NPWP
khususnya untuk toko di Senen, maka KPP Pratama Senen dapat memberikan NPWP
Cabang secara jabatan kepada toko sepatu tersebut [Pasal 9 ayat (6) PMK Baru].
Tetapi ini tentunya hanya berlaku jika bangunan yang didirikan termasuk
kategori tempat kegiatan usaha.
Pelaporan di SPT Masa PPN
Misalkan WP A dalam
ilustrasi di atas sudah dikukuhkan sebagai PKP di KPP Pratama Senen, pelaporan
SSP PPN KMS ke KPP Pratama Senen dilakukan melalui SPT Masa PPN pada masa pajak
(bulan) yang bersangkutan dan melampirkan asli lembar ke-3 SSP PPN KMS.
Misalkan WP A sudan dikukuhkan
sebagai PKP di KPP Pratama Gambir, maka selain harus melaporkan ke KPP Pratama
Senen, WP A juga harus melaporkan SSP PPN KMS di SPT Masa PPN dengan
melampirkan fotokopi lembar ke-3 SSP PPN KMS. Ketentuan ini tetap berlaku meski
seandainya WP A sudah melaksanakan sentralisasi PPN baik sentralisasi PPN wajib
(seperti WP di KPP khusus atau madya) atau sentralisasi PPN melalui perizinan
(WP di KPP Pratama).
Sanksi yang Disediakan
Bagi WP yang
melakukan kegiatan membangun sendiri tetapi tidak melaksanakan kewajiban untuk
menyetor PPN KMS atau menyetor PPN KMS tetapi kurang dari semestinya, maka KPP
setempat dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP-KB)
berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi.
Jika misalnya pada
saat pemeriksaan atau verifikasi itu WP tidak memberikan data atau bukti
pendukung mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan
tersebut secara lengkap, KPP setempat dapat menetapkan secara jabatan mengenai
jumlah biaya pembangunan bangunan tersebut.
Seperti ditegaskan
dalam PER-23/PJ/2012, nilai taksiran atau perkiraan yang ditetapkan sebagai
biaya pembangunan bangunan itu dinilai berdasarkan nilai terendah dari data
Harga Satuan Bangunan Gedung (HSBGN) masing-masing daerah sesuai dengan
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Bangunan Gedung Negara, dan peraturan perubahannya.
Ketentuan Peralihan
Sesuai dengan
ketentuan Pasal 13, PMK Baru atau PMK Nomor 163/PMK.03/2012 ini, mulai
diberlakukan setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
diundangkannya PMK Baru tersebut. Dan karena tanggal diundangkannya PMK Baru ini
adalah 22 Oktober 2012, berarti PMK Baru ini mulai efektif berlaku antara
tanggal 20-21 Nopember 2012.
Seperti ditegaskan
dalam Pasal 12 di PMK Baru, ketentuan masa peralihan ini mengandung arti bahwa
jika kita telah memulai kegiatan membangun sendiri sebelum tanggal 20 atau 21
Nopember 2012 dan sampai sekarang kegiatan pembangunan itu belum selesai, maka
peraturan yang berlaku adalah PMK Lama, atau PMK Nomor 39/PMK.03/2010 (PPN
terutang dihitung sebesar 10% x 40% x biaya yang dikeluarkan bulan yang bersangkutan).
Ketentuan ini terus berlaku hingga selesainya pembangunan bangunan.
Tetapi jika kita
memulai kegiatan membangun sendiri setelah tanggal 20 atau 21 Nopember 2012,
maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan yang ada di PMK Baru (PMK Nomor
163/PMK.03/2012) di mana PPN KMS yang terutang lebih kecil yaitu sebesar 10% x
20% x biaya yang dikeluarkan. Jadi buat Anda yang ada niat untuk melakukan
kegiatan KMS, sebaiknya tunda dulu dan mulailah pada tanggal 22 Nopember 2012.
0 komentar:
Posting Komentar