Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga meningkat. Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak penghasilan badan.
Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat pembukuan untuk menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam perpajakan, pembukuan juga wajib dibuat oleh wajib pajak yang berbentuk badan untuk mempermudah menghitung pajaknya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban dan hak wajib pajak badan dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari wajib pajak badan.
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Penghasilan menurut UU Pajak Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi maupun untuk menambah kekayaan yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai berikut :
Perusahaan Dagang
Penjualan Bruto ……………………………………………… Rp
-/- Retur ……………………………………………………….. Rp (-)
Penjualan Netto ………..….……………………………….. Rp
Harga Pokok Penjualan:
Persediaan awal tahun ….… Rp__________
Pembelian ……………… Rp _ (+)
Tersedia untuk dijual ……. Rp _
Persediaan akhir tahun … Rp (-)
Harga Pokok Penjualan ……………………………………. Rp (-)
Laba Bruto Usaha ………………………………………… Rp____________
Biaya administrsi dan Umum …………………………… Rp (-)
Penghasilan Netto Usaha ………………………………… Rp____________
Penghasilan Di Luar Usaha ………… Rp…………………..
Biaya Di Luar usaha …………………… Rp……… ………..
Penghasilan netto luar usaha ………………………….. Rp …………………_
Jumlah Penghasilan Neto (Komersial).………………… Rp
===========
Dari jumlah penghasilan neto komersial tersebut, kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian (adjust-ment), yang didasarkan pada aturan-aturan perpajakan untuk memperoleh penghasilan neto fiskal, yakni penghasilan neto yang didasarkan pada perhitungan yang diakui secara fiskal. Penyesuaian-penyesuaian tersebut disebut KOREKSI FISKAL. Koreksi fiskal ada dua macam, yakni koreksi fiskal POSITIF dan koreksi fiskal NEGATIF.
Pengertian Rekonsiliasi Fiskal
Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara komersil dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh Badan berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan (perpajakan).
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara ringkas rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap :
1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final
2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan (pasal 9 UU PPh)
4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh final
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah.
Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara komersil dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh Badan berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan (perpajakan).
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara ringkas rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap :
1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final
2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan (pasal 9 UU PPh)
4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh final
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah.
a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih kecil dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Uraian | Komersial | Fiskal | Keterangan |
Pemberian sembako untuk pegawai | diakui | Tidak diakui | Harus dikoreksi |
Pemberian fasilitas rekreasi u/ pegawai | diakui | Tidak diakui | Harus dikoreksi |
Pemberian fasilitas tempat tinggal u/pegawai | diakui | Tidak diakui | Harus dikoreksi |
Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif.
b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih besar dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-nya adalah sbb:
Harga perolehan | Rp100.000.000 |
Penyusutan tahun pertama 20% | Rp20.000.000 |
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:
Harga perolehan | Rp100.000.000 |
Penyusutan tahun pertama 25% | Rp25.000.000 |
Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai bukunya sama dengan nilai perolehan.
Jika diperbandingkan antara penyusutan komersial dengan penyusutan komersial akan tampak sebagai berikut:
Uraian | Komersial | Fiskal | Keterangan |
Penyusutan | Rp20.000.000 | Rp25.000.000 | Harus dikoreksi sebesar Rp5.000.000 |
Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada penyusutan komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar maka akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal menjadi lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut koreksi fiskal negatif.
Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:
Penghasilan Neto Komersial …………………. Rp………………….
Koreksi Positif …………… Rp…………………..
Koreksi Negatif …………. Rp…………………..
Saldo Koreksi ……………………………………… Rp………………….. + (-)
Laba/Rugi Fiskal …………………………………. Rp…………………..
Untuk memperoleh angka-angka dalam menghitung koreksi fiskal tersebut, harus dipahami pengeluaran-pengeluaran/beban yang diakui secara fiskal dan pengeluaran-pengeluaran/beban yang tidak diakui secara fiskal. Pengeluaran-pengeluaran yang diakui/dapat dikurangkan secara fiskal diatur pada pasal 6 UU Pajak Penghasilan, sedangkan pengeluaran-pengeluaran yang tidak diakui/tidak dapat dikurangkan, diatur pada pasal 9 UU PPh sebagai diuraikan berikut.
1. Pengeluaran Yang dapat Dikurangkan (Pasal 6 UU-PPh)
Besarnya Penghasilan Kena Pajak WP DN dan BUT ditentukan berdasarkan Penghasilan Bruto dikurangi :
a | Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, termasuk : | ||
1 | Biaya Pembelian Bahan | ||
2 | Biaya berkenaan pekerjaan atau jasa termasuk : | ||
Upah | Misalnya: upah borongan, upah harian dst untuk menye-lesaikan suatu pekerjaan | ||
Gaji | Imbalan atas pekerjaan yang berhubungan dengan perburuhan
( lihat juga psl 9 huruf f dan j )
| ||
Honorarium | Imbalan atas pekerjaan namun tidak ada hubungan perburuhan, misalnya: honorarium akuntan, honorarium konsultan, imbalan jasa audit, dan jasa-jasa ahli lainnya. | ||
Bonus | Misalnya imbalan atas prestasi kerja | ||
Gratifikasi | Pemberian kepada pegawai karena perusahaan memperoleh laba yang besar. | ||
Tunjangan dalam bentuk uang | Contoh: tunjangan isteri, anak, kemahalan, tunjangan ke-sehatan, tunjangan transport, THR dsb. | ||
3 | Bunga, Sewa dan Royalty | ||
Bunga | Harus digunakan dalam rangka menjalankan usaha. Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposito tidak dapat dikurangkan.
(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995)
| ||
Sewa | Misalnya sewa gudang, sewa tempat usaha, sewa alat-alat berat dsb.
Tidak termasuk:sewa sewa rumah untuk pegawai.
| ||
Royalty | Contoh: imbalan atas pemakaian merk dsb | ||
4 | Biaya perjalanan | Dalam rangka menjalankan tugas perusahaan misalnya: tiket pesawat, biaya hotel dsb. | |
5 | Biaya pengelolaan limbah | Misalnya biaya untuk mengelola limbah mercuri untuk bidang usaha pertambangan emas, agar mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. | |
6 | Premi assuransi | Untuk asuransi yang berkaitan dengan usaha. contoh : asuransi kebakaran, asuransi kerugian, asuransi kenda-raan perusahaan dsb.
Lihat psl 9 huruf d
| |
7 | Biaya Promosi dan Penjualan | Diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. | |
8 | Biaya administrasi | Contoh: alat tulis, kantor dsb | |
Rincian tersebut diatas merupakan contoh, karena disebutkan termasuk, berarti ada pengurangkan lain yang diakui secara fiskal, misalnya: | |||
Biaya representasi/intertainment, jamuan tamu | Dapat dikurangkan asal dalam rangka menjalankan usaha dengan syarat dibuatkan daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT PPh.
(SE-27/PJ.22/1986)
| ||
Telepon | · Biaya langganan telepon biasa sepenuhnya dapat dikurangkan;
· Biaya langganan telepon seluler atau biaya pulsa telepon seluler untuk pegawai karena jabatannya dapat dikurangkan sebesar 50%.
(Kep-220/PJ/2002)
| ||
Biaya pemeliharaan kendaraan | · Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rutin untuk kendaraan operasional perusahaan seluruhnya dapat dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk kendaraan antar jemput karyawan;
· Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan untuk pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan sebagai biaya sebesar 50%
(Kep-220/PJ/2002)
| ||
Listrik dan air untuk perusahaan | |||
9 | Pajak selain PPh | Contoh : PBB, PKB dan pajak-pajak daerah | |
b | Penyusutan dan Amortisasi | Diatur lebih lanjut pada psl 11 | |
c | Iuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya disyahkan oleh Menkeu | Maksudnya untuk dana pensiun karyawannya. | |
d | Kerugian karena Pengalihan Harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan | Contoh : perusahan menjual sebagian alat produksinya, dalam hal harga jual lebih rendah dari nilai sisa buku fiskalnya. | |
E | Rugi Selisih Kurs | Misalnya perusahaan telah meminjam dana dari LN, yang pada saat mengembalikan kurs valasnya telah mengalami kenaikan terhadap rupiah. | |
f | Biaya Penelitian dan pengembang-an yg dilakukan di Indonesia | ||
G | Bea siswa, magang, pelatihan | ||
h | Piutang yang nyata tidak dapat ditagih dengan syarat
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam perhitungan L/R Komer-sial;
b. Harus disertai Daftar Nominatif yang diserahkan kepada DJP.
c. Penagihannya telah diserakan
kpd Pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang mena-ngani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis ten-tang penghapusan piutang
| ||
i | Sumbangan dalam rangka penang-gulangan Bencana Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; | ||
j | Sumbangan dalam rangka peneli-tian dan pengembangan yang dila-kukan di Indonesia, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Peme-rintah; | ||
k | Biaya pembangunan infrastruktur sosial sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; | ||
l | Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatue dengan Peraturan Pemerintah. | ||
M | Sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga, sesuai de-ngan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; |
2. Pengeluanan Yang Tidak Dapat Dikurangkan (psl 9 UU PPh)
Uraian | Uraian, contoh dan pengaturan lebih lanjut | |
a | Pembagian Laba | Contoh : dividen, SHU Koperasi |
b | Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham | Contoh: biaya service mobil pribadi pemegang saham |
c | Pembentukan/pemupukan dana cadangan | Contoh: pencadangan untuk piutang tak tertagih misalnya dalam hal terjadi penjualan kredit |
Kecuali untuk:
· Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, Badan Usaha lain yang usahanya menyalurkan kredit, SGU dng hak opsi, peru-sahaan pembiayaan konsumen, perusahaan anjak piutang.
|
a. Untuk bank umum besarnya cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah:
§ 50% dari kredit yang digolongkan diragukan, setelah dikurangi anggunan;
§ 100% dari kredit yang digolongkan macet, setelah dikurangi nilai anggunan.
| |
· Cadangan untuk usaha asuransi, termasuk cadangan untuk ban-tuan sosial yang dibentuk Jam-sostek.
· Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
· cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
· Cadangan untuk biaya penana-man kembali usaha kehutanan;
· Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuang-an limbah industri.
Dengan syarat-syarat yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
| b. Untuk bank perkreditan rakyat, besarnya cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah:
§ 0.5% dari kredit yang digolongkan lancar;
§ 3% dari kredit yang digolongkan kurang lancar, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuasai;
§ 50% dari kredit yang digolongkan diragukan, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuarai;
§ 100% dari nilai kredit yang digolongkan macet, yang masih tercatat dalam pembukuan, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuasai.
c. Untuk SGU sebesar 2,5% dari rata-2 saldo piutang ;
d. Besarnya cadangan cadangan premi untuk menutup klaim yang jatuh tempo ditentukan oleh perhitungan aktuaria dan mendapatkan pengesahan oleh Badan Pengawasan Modal dan Lambaga Keuangan.
(Kep MK-80/95, jo Kep MK-68/1999, jo Kep MK-204/2000, jo. Per Men-03/2006)
| |
d | Premi assuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.Orang Pribadi. | Bandingkan dengan asuransi pada uraian pasal 6. |
Kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan dihitung sebagai penghasilan bagi pegawai ybs. | Bila asuransi dibayar oleh pemberi kerja maka premi tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya. | |
e | Penggantian sehubungan dengan pekerjaan/jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan | Contoh:
· Pengobatan cuma-cuma untuk untuk pegawai, dimana perusahaan langsung membayar kepada RS/ klinik
· Pemberian beras, gula dsb.
· Fasilitas perumahan;
|
Kecuali :
· makan/minum bagi semua kar-yawan/pegawai;
· antar jemput karyawab;
· imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu;
· berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Yang diatur lebih lanjut berdasar-kan Peraturan Menteri Keuangan.
|
Daerah tertentu dimaksud adalah daerah terpencil yang layak dikembangkan
Contoh: pakaian kerja yang berkaitan dengan keselamatan kerja, seragam satpam, seragam pabrik, pakaian proyek dsb.
| |
f | Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayar kpd pemegang saham, dan yg mempunyai hubungan istimewa | |
g | Hibah, bantuan, sumbangan dan warisan | |
Kecuali:
· Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyah-kan oleh pemerintah atau
· Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh Lembaga keagamaan yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah,
Yang ketentuannya diatur berdasar-kan Peraturan Pemerintah.
| ||
h | Pajak Penghasilan | |
i | Biaya untuk kepentingan pribadi WP dan keluarganya | Contoh: biaya bahan bakar dan servis mobil pribadi WP.OP |
j | Gaji yang dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, CV yang modalnya tidak terbagi atas saham | Dalam hal WP berbentuk firma atau CV tidak atas saham-saham, maka pemberian imbalan kepada anggota persekutuan tidak boleh dikurangkan. |
k | Sanksi bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana pajak | Contoh: sanksi bunga atas keterlambatan menyetor PPh, sanksi denda dsb |
3. Rincian Koreksi Fiskal dan Rekonsiliasi antara Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal
Telah disebutkan dimuka bahwa untuk tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak, laporan keuangan perlu dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal. Bagan tersebut dibawah ini menyajikan ikhtisar koreksi fiskal tersebut, yang didasarkan pada pasal 6, pasal 9 dan pasal 11 Undang Undang Pajak Penghasilan.
Uraian
| Akuntansi
Komersial
| Koreksi | PPh/ Fiskal | ||
Beda Tetap | Beda Waktu | ||||
I | Penjualan | x | – | – | x |
II | Harga Pokok Penjualan | ||||
Metode FIFO | x | – | – | x | |
Metode Rata-rata | x | – | – | x | |
Metode LIFO | x | – | k | – | |
III | Laba Bruto Usaha ( I – II ) | x | x | ||
IV | Beban Usaha | ||||
1 | Gaji | x | – | – | x |
2 | Tunjangan PPh 21 | x | – | – | x |
3 | PPh 21 dibayar perusahaan | x | k | – | – |
4 | Tunjangan dalam bentuk uang, misalnya : tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kesehatan, THR dsb asal diberikan dalam bentuk uang. | x | – | – | x |
5 | Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas, misalnya:
· Pengobatan cuma-cuma untuk untuk pegawai, dimana perusahaan langsung membayar kepada RS/ klinik
· Pemberian beras, gula dsb.
· Fasilitas perumahan;
· Rekreasi.
| x | k | – | – |
7 | Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas yang merupakan pengecualian yang disebut diatas
· makan/minum bagi semua karyawan;
· antar jemput pegawai perusahaan;
· imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu;
· berkaitan dengan pelaksanaan peker-jaan misalnya : seragam pabrik, sera-gam proyek.
| x | – | – | x |
8 | Bunga, dengan syarat : digunakan dalam rangka menjalankan usaha. | x | – | – | x |
9 | Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposito tidak dapat dikurangkan.
(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995)
| x | k | – | – |
10 | Sewa : misalnya sewa gudang, sewa tem-pat usaha dsb. | x | – | – | x |
11 | Sewa rumah untuk ditempati pegawai | x | k | ||
12 | Royalty, misalnya imbalan atas pemakaian merek. | x | – | – | x |
13 | Biaya perjalanan dalam rangka menjalan-kan tugas perusahaan. | x | – | – | x |
14 | Biaya pengelolaan limbah, misalnya biaya untuk mencegah pencemaran lingkungan | x | – | – | x |
15 | Premi asuransi yakni asuransi yang berkaitan dengan usaha wajib pajak misalnya : asuransi kebakaran, asuransi kerugian, asuransi kendaraan perusahaan dsb | x | – | – | x |
16 | Premi asuransi kesehatan, asuransi kece-lakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi | – | – | – | – |
17 | Biaya representasi/ intertainment, jamuan tamu.
Dapat dikurangkan asal dalam rangka menjalankan usaha dengan syarat dibuat-kan daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT PPh. (SE-27/PJ.22/1986)
| x | – | – | x |
18 | Biaya langganan telepon biasa untuk per-usahaan, sepenuhnya dapat dikurangkan; | x | – | – | x |
19 | Biaya langganan telepon seluler atau biaya pulsa telepon seluler untuk pegawai karena jabatannya dapat dikurangkan sebesar 50%. (Kep-220/PJ/2002) | x | k | x | |
20 | Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rutin untuk kendaraan operasional perusahaan seluruhnya dapat dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk kendaraan antar jemput karyawan; | x | – | – | x |
21 | Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan untuk pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan sebagai biaya sebesar 50%
(Kep-220/PJ/2002)
| x | k | – | x |
22 | Listrik dan air untuk kepentingan perusa-haan | x | – | – | x |
23 | Iuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya disyahkan oleh Menkeu | x | – | – | x |
24 | Biaya penelitian dan pengembangan yang jumlahnya wajar untuk untuk menemukan teknologi atau sistem baru asal dilakukan di Indonesia, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan | x | – | – | x |
25 | Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan bea siswa, magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan | x | – | – | x |
26 | Kerugian karena piutang yang tidak dapat ditagih (bukan bank/SGU hak opsi)
a. Penyisihan
b. Metode Langsung dengan syarat dibuat-kan daftar nominatif, penagihannya telah dilimpahkan kepada BUPLN, Pengadilan;
c. Telah dipublikasikan
|
x
x
|
–
–
|
k
–
|
–
x
|
27 | Pembagian laba dengan nama atau dalam bentuk apapun | – | – | – | – |
28 | Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham | – | – | – | – |
29 | Pajak pajak, termasuk : PBB, PKB, dan pajak-pajak lainnya | x | – | – | x |
30 | Pajak Penghasilan | – | – | – | – |
31 | Sanksi administratif perpajakan, berupa bunga, denda dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda dan kenaikan | x | x | – | – |
32 | Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham dan yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan atas jasa yang diberikan. | – | – | – | – |
33 | Sumbangan pada umumnya | x | k | – | – |
34 | Sumbangan dalam rangka penanggulangan Bencana Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; |
x
|
x
| ||
35 | Biaya pembangunan infrastruktur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; | x | – | – | X |
36 | Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; |
x
|
X
| ||
37 | Sumbangan untuk Fasilitas Pendidikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; | x | X | ||
38 | Sumbangan dalam rangka pembinaan oleh raga sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; |
x
|
x
| ||
39 | Penyusutan Harta (diuraikan tersendiri) | x | – | x | x |
40 | Amortisasi (diuraikan tersendiri) | x | – | x | x |
V | Laba Usaha ( III – IV) | x | – | – | x |
VI | Penghasilan Diluar Usaha | ||||
1 | Dividen sebagai hasil dari penyertaan modal kepada perusahaan di Dalam Negeri. | x | – | – | x |
2 | Dividen sbg hasil dari penyertaan modal kepada perusahaan di DN, dimana penyer-taannya sebesar 25% atau lebih dari modal perusahaan tempat investasi dilakukan. | x | x | – | – |
3 | Bunga atas deposito, tabungan lainnya pada bank-bank di Indonesia | x | k | – | – |
4 | Keuntungan atas penjualan saham perusa haan lain, yang dilakukan di luar bursa efek | x | – | – | x |
5 | Keuntungan atas penjualan saham, dan sekuritas lainnya, transaksi derifatif, yang dilakukan di bursa efek, dan penjualan saham pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. | x | k | – | – |
6 | Keuntungan pengalihan harta perusahaan | x | – | – | x |
7 | Penghasilan royalty | x | – | – | x |
8 | Penghasilan dari persewaan atas tanah dan atau bangunan, dikenakan PPh Final 10% | x | k | – | – |
9 | Penghasilan karena pengoperan harta berupa tanah dan atau bangunan |
x
|
k
|
–
|
–
|
10 | Keuntungan selisih kurs | x | – | – | x |
11 | Hadiah, penghargaan | x | k | – | – |
12 | Penerimaan hibah dari pihak yang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, misalnya hibah dari induk perusahaan | – | – | – | – |
VII | Penghasilan Neto dari Usaha dan dari Luar Usaha ( V + VI ) | x | k | k | x |
Keterangan :
x | = | Terdapat kesamaan dalam perlakuan atau terdapat nilai yang sama-sama diakui walaupun jumlahnya mungkin berbeda; |
– | = | Tidak terdapat angka atau jumlah yang perlu dicatat atau dibukukan atau tiidak dilakukan koreksi fiskal |
k | = | Terdapat koreksi antara Laba Rugi Komersial dengan Laba Rugi Fiskal (Penghasilan Kena Pajak) |
4. Rangkuman Hubungan antara Perhitungan L/R Komersial dengan Perhitungan L/R Rugi Fiskal
Sebenarnya perhitungan Laba Rugi Fiskal itu didasarkan pada perhitungan Laba Rugi Komersial sesuai dengan standar Akuntansi Keuangan, namun terdapat penyesuaian-penyesuaian terbatas untuk hal-hal tertentu. Kesamaan maupun perbedaan diantara keduanya yang dapat dikelompokkan/diklasifikasi sebagai berikut:
No | Kalsifikasi | Penjelasan atau Contoh |
1 | Kesamaan Pengaturan | Pengaturan dalam Menghitung Laba Rugi Fiskal sama/mengikuti keten-tuan/ pengaturan umum dalam menghitung Laba Rugi Komersial.
Untuk menghitung Laba Fiskal,
Dapat Dikurangkan: beban gaji, upah, biaya promosi, sewa ruangan, biaya listrik, air, telepon, alat tulis/kantor, perjalanan dinas, jasa-jasa yang terkait dengan usaha, pemeliharaan mobil, pemeliharaan mesin, dsb.
Tidak Dapat Dikurangkan: pengeluaran untuk kepentingan pribadi bagi WP perorangan, pengeluaran-pengeluran yang tidak ada hubungannya dengan usaha WP.
|
2 | Perbedaan Pengaturan | |
a | Perbedaan Prinsip | Pengaturan dalam Menghitung Laba Rugi Fiskal berbeda dengan ketentuan/pengaturan dalam menghitung Laba Rugi Komersial.
Untuk menghitung Laba Fiskal,
Tidak dapat dikurangkan beban-beban untuk pegawai:
yang diberikan dalam bentuk natura misalnya: pemberian sembako, bingkisan lebaran.
imbalan dalam bentuk fasilitas-fasilitas, misalnya fasilitas: kesehatan, perumahan, pajak, yang ditanggung perusahaan.
Sumbangan.
Catatan : terdapat pengecualian, misalnya seragam satpam/kerja, makan untuk semua pegawai ditempat kerja, sumbangan-sumbangan tertentu misalnya: sumbangan dalam rangka penanggualangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, dapat dikurangkan.
|
b | Keterbatasan pilihan dalam menentukan metode Pembukuan/ Akuntansi | Dalam hal penyusutan, Fiskal hanya mengenal metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun. Fiskal tidak mengenal penyusutan lainnya misalnya: Metode Penyusutan berdasarkan jam Jasa, Metode Penyusutan berdasarkan Hasil Produksi. Demikian juga tidak dikenal adanya nilai residu dalam hal penyusutan fiskal.
Dalam hal penilaian persediaaan/harga pokok, Fiskal hanya mengenal metode FIFO dan Metode Rata-rata. Fiskal tidak mengenal metode lainnya misalnya: metode LIFO, Lower Cost or Market dsb.
Dalam hal terdapat kerugian karena adanya piutang tak tertagih, fiskal hanya mengenal pembebanan secara langsung dengan syarat-syarat tertentu. Pada dasarnya Fiskal tidak mengenal metode pencadangan untuk hal tersebut.
|
c | Diakui sebagai biaya dengan syarat | Pengeluaran tertentu dapat diakui sebagai biaya apabila dipenuhi sya-ratnya. Misalnya biaya entertaintment dapat dikurangkan sebagai biaya apabila disertai dengan daftar nominatif. |
d | Tidak sepenuhnya diakui sebagai beban usaha | Penyusutan mobil sedan dan pemeliharaannya, pulsa telepon seluler, hanya diakui sebagai beban sebesar 50% dalam perhitungan Laba Fiskal. |
e | Terdapat penghasilan tertentu yang dipisahkan. | Penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenakan PPh Final, baik peng-hasilan maupun biayanya dipisahkan dari penghasilan lainnya. Misalnya penghasilan dari bunga deposito, hasil dari sewa ruko. |
Dengan demikian sebenarnya yang harus diperhatikan adalah pada hal-hal yang berbeda saja, sehingga tidaklah sulit untuk menghitung Laba Fiskal apabila sudah terdapat perhitungan Laba Komersial.
Karena adanya perbedaan tersebut maka dalam menghitung Laba Fiskal setelah diketahui adanya Laba Komersial perlu dilakukan koreksi fiskal.
Koreksi fiskal dapat merupakan Koreksi Positif atau Koreksi Negatif. Koreksi Positif adalah koreksi fiskal atas Laba Komersial untuk mandapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial. Koreksi Negatif adalah koreksi fiskal atas Laba Komersiel untuk mendapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial.
Untuk keperluan koreksi fiskal tersebut dapat disusun suatu Daftar Rekonsiliasi antara Laba Komersial dengan Laba Fiskal.
5. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Setelah didapat jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dikurangkan terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Jumlah PTKP ini ditentukan dengan jumlah tanggungan keluarga wajib pajak secara relatif. Hal ini diatur pada pasal 7 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Sd 2004 | 2005 | 2006s.d 2008 | Mulai 2009 | Mulai 2013 | ||
a | Diri wajib pajak | Rp2.880.000,00 | Rp12.000.000,00 | Rp13.200.000 | Rp15.840.000 | Rp24.300.000 |
b | Tambahan untuk wajib pajak yang kawin | Rp1.440.000,00 | Rp1.200.000,00 | Rp1.200.000 | Rp1.320.000 | Rp2.025.000 |
c | Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami | Rp2.880.000,00 | Rp12.000.000,00 | Rp13.200.000 | Rp15.840.000 | Rp24.300.000 |
d | Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhya, paling banyak 3 orang | Rp1.440.000,00 | Rp1.200.000,00 | Rp1.200.000 | Rp1.320.000 | Rp2.025.000 |
Penetapan jumlah PTKP ini dilakukan pada keadaan awal tahun, sehingga tambahan tanggungan keluarga pada tahun berjalan, misalnya terdapat kelahiran anak, maka untuk tahun tersebut belum mempengaruhi jumlah PTKP. PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya. Hal yang sebaliknya juga demikian, misalnya berkurangnya tanggungan keluarga karena adanya kematian, maka PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya.
Dimaksud sebagai keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah anak, cucu, ayah dan ibu dari wajib pajak. Sedangkan dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus adalah ayah mertua dan ibu mertua. Mereka dapat menjadi bagian dari PTKP dengan syarat menjadi tanggungan sepenuhnya bagi wajib pajak serta jumlahnya maksimum tiga orang.
6. Kompensasi Kerugian
Sebagaimana disebutkan dimuka setelah diperoleh jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak dikurangi terlebih dahulu dengan kerugian tahun-tahun sebelumnya apabila ada, yang lazim disebut kompensasi kerugian. Untuk lebih memudahkan memahaminya dibawah ini disajikan sebuah contoh sebagai berikut :
PT ABC pada tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000.
Dalam lima tahun berikutnya diperoleh laba fiskal sebagai berikut :
Tahun 2010 laba fiskal Rp200.000.000,00
Tahun 2011 rugi fiskal Rp300.000.000,00
Tahun 2012 laba fiskal Nihil
Tahun 2013 Laba fiskal Rp100.000.000,00
Tahun 2014 Laba fiskal Rp800.000.000,00
Kompensasi kerugian dihitung sebagai berikut :
2009 | Rugi Fsikal | (Rp1.200.000.000,00) |
2010 | Laba Fiskal | Rp200.000.000,00 |
Sisa rugi fiskal tahun 2009 | (Rp1.000.000.000,00) | |
2011 | Rugi Fiskal | (Rp300.000.000,00) |
Sisa rugi fiskal tahun 2009 | (Rp1.000.000.000,00) | |
2012 | Laba Fiskal | Nihil |
Sisa rugi fiskal tahun 2009 | (Rp1.000.000.000,00) | |
2013 | Laba fiskal | Rp100.000.000,00 |
Sisa rugi fiskal tahun 2009 | (Rp900.000.000,00) | |
2014 | Laba fiskal | Rp800.000.000,00 |
Sisa rugi fiskal tahun 2009 | (Rp100.000.000,00) |
Sisa rugi fiskal 2009 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa tersebut pada akhir tahun 2014 tidak dapat dikompensasikan lagi untuk tahun 2015 dan tahun-tahun selanjutnya. Sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 hanya dapat dikompensasikan dengan laba fiskal untuk tahun 2015 dan 2016 saja, karena jangka waktu kompensasi dibatasi untuk waktu lima tahun.
7. Menghitung Pajak Penghasilan/Penerapan Tarif PPh
Setelah diketahui jumlah penghasilan kena pajak, proses selanjutnya dalam menghitung pajak penghasilan adalah menerapkan tarif pajaknya. Tarif pajak penghasilan diatur pada pasal 17 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Sampai dengan tahun 2008
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak | |
1 | Sampai dengan Rp25.000.000,00 | 5% |
2 | Diatas Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp50.000.000,00 | 10% |
3 | Diatas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 | 15% |
4 | Diatas Rp100.000.000,00 sampai dengan Rp200.000.000,00 | 25% |
5 | Diatas Rp200.000.000,00 | 35% |
b. Untuk Wajib Pajak Badan
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak | |
1 | Sampai dengan Rp50.000.000,00 | 10% |
2 | Diatas 50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 | 15% |
3 | Diatas Rp100.000.000,00 | 30% |
Mulai tahun 2009
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak | |
1 | Sampai dengan Rp50.000.000 | 5% |
2 | Diatas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 | 15% |
3 | Diatas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 | 25% |
4 | Diatas Rp500.000.000 | 30% |
Contoh penerapan tarif untuk wajib pajak orang pribadi
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp600.000.000
5% | Rp50.000.000 | Rp2.500.000 |
15% | Rp200.000.000 | Rp30.000.000 |
25% | Rp250.000.000 | Rp62.500.000 |
30% | Rp100.000.000 | Rp30.000.000 |
Jumlah | Rp125.000.000 |
Tarif tertinggi untuk wajib pajak orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Untuk Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif tunggal sebesar 28%.
Contoh penerapan tarif untuk wajib pajak badan
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp1.250.000.000. Peredaran Bruto sebesar Rp51.000.000.000.
PPh terutang 28% x Rp1.250.000.000 = RpRp350.000.000.
Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun 2010.
c. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang diseor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif biasa.
d. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif biasa yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian Penghasilan Bruto sampai dengan Rp4.800.000.000 (empat milyar rupiah).
Contoh Penerapan Tarif
Peredaran Bruto | Penghasilan Kena Pajak | Tarif | PPh Terutang | |
1 | 4.500.000.000 | 562.500.000 | 14% | 78.750.000 |
2 | 25.000.000.000 | 3.125.000.000 | ||
2a | 4.800.000.000 | 600.000.000 | 14% | 84.000.000 |
2b | 20.200.000.000 | 2.525.000.000 | 28% | 707.000.000 |
791.000.000 |
9. Norma Penghitungan
Pada prinsipnya wajib pajak baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Berdasarkan pembukuan tersebut penghasilan kena pajak dapat dihitung. Pada kenyataannya tidak semua wajib pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Untuk itu Undang Undang Pajak memberikan kemungkinan bahwa wajib pajak boleh tidak menyelenggarakan pembukuan, namun cukup menyelenggarakan pencatan saja, dengan syarat :
WP dimaksud adalah WP Orang Pribadi;
Peredaran brutonya dalam satu tahun tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00
WP memberitahukan sebelumnya kepada Kantor Pelayanan Pajak.
Pencatatan sebagai dimaksudkan dimuka terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan penghasilan, yang nantinya digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. [psl 28 (9) KUP]. Penghitungan pajak terutang yang didasarkan pada catatan tersebut dilakukan dengan Norma Penghitungan.
Norma penghitungan adalah pedoman untuk memghitung besarnya penghasilan netto yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Sebagaimana disebutkan dimuka, Norma Penghitungan digunakan untuk menghitung pajak terhadap wajib pajak yang diijinkan untuk hanya mengelenggarakan pencatatan. Akan tetapi disamping diperuntukkan bagi wajib pajak yang diijinkan hanya menyelenggarakan pencatan, Norma Penghitungan diterapkan juga terhadap WP yang seharusnya menyelenggarakan pembukuan namun ternyata tidak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, tidak bersedia menunjukkan pembukuan, bukti-bukti pembukuan pada saat dilakukan pemeriksaan pajak. Penerapan Norma Penghitungan yang terakhir ini disertai dengan pemberian sanksi administrasi. [psl 14 (5) PPh].
Contoh Penerapan Norma Penghitungan untuk menghitung Pajak Penghasilan bagi wajib pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan namun hanya menyelenggarakan pencatatan, dan telah mendapatkan ijin dari Dirjen Pajak.
Tahun 2010
Peredaran usaha WP Orang Pribadi pedagang Tekstil …….. Rp4.000.000.000.
Penghasilan Netto 30%……………………………………………….. Rp1.200.000.000.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), Kawin dengan 3 anak
Diri WP ……………………… Rp.15.840.000
Tambahan karena kawin Rp 1.320.000
Tambahan 3 anak ……… Rp 3.960.000
Jumlah……………………………………………………………..…………..Rp 21.120.000
Penghasilan Kena Pajak ……………………………………………… Rp1.178.880.000
Pajak Penghasilan terutang:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp250.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp678.880.000 = Rp203.664.000
Jumlah ……………………………… Rp298.664.000
[ pasal 14 PPh jo Kep-536/PJ/2000 ]
Fasilitas perpajakan diberikan untuk memberikan kemudahan bagi sektor-sektor usaha tertentu dengan pertimbangan tertentu, misalnya daya saing, penyerapan lapangan kerja dan perlindungan kepentingan umum. Adapun berbagai fasilitas dan insentif perpajakan bagi wajib pajak badan, sebagai berikut :
1. Fasilitas perpajakan yang berkaitan dengan tarif pajak
a. Fasilitas tarif pasal 17 ayat (2B) UU PPh
Dimana fasilitas ini diberikan kepada WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dan paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor, diperdagangkan dibursa efek Indonesia. Fasilitas bagi perseroan yang memenuhi persyaratan dapat memperoleh tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku.
b. Fasilitas tarif pasal 31E ayat (1) UU PPh
Fasilitas ini diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
1. Fasilitas perpajakan yang berkaitan dengan tarif pajak
a. Fasilitas tarif pasal 17 ayat (2B) UU PPh
Dimana fasilitas ini diberikan kepada WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dan paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor, diperdagangkan dibursa efek Indonesia. Fasilitas bagi perseroan yang memenuhi persyaratan dapat memperoleh tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku.
b. Fasilitas tarif pasal 31E ayat (1) UU PPh
Fasilitas ini diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
2. Fasilitas perpajakan yang berkaitan dengan non tarif atau insentif
Fasilitas ini dapat berupa pajak dibebaskan, tidak dipungut, atau ditanggung pemerintah.
a. Fasilitas PPh untuk penanaman modal dibidang usaha tertentu dan atau didaerah-daerah tertentu.
Pihak yang berhak mendapat fasilitas ini adalah wajib pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan terbatas dan koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah ada, serta melakukan penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada pada bidang usaha tertentu dan daerah tertentu. Fasilitas yang diberikan yaitu :
1) Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan,
2) Penyusutan dan maortisasi yang dipercepat,
3) Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun,
4) Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% atau tarif lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.
Fasilitas ini dapat berupa pajak dibebaskan, tidak dipungut, atau ditanggung pemerintah.
a. Fasilitas PPh untuk penanaman modal dibidang usaha tertentu dan atau didaerah-daerah tertentu.
Pihak yang berhak mendapat fasilitas ini adalah wajib pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan terbatas dan koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah ada, serta melakukan penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada pada bidang usaha tertentu dan daerah tertentu. Fasilitas yang diberikan yaitu :
1) Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan,
2) Penyusutan dan maortisasi yang dipercepat,
3) Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun,
4) Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% atau tarif lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.
b. Fasilitas untuk PPN atau PPnBM
Dalam bidang PPN terdapat dua fasilitas yaitu pajak terutang tidak dipungut dan pembebasan dari pengenaan pajak yang dapat berlaku sementara atau selamanya. Jadi pihak-pihak yang memiliki usaha dan membantu kehidupan bangsa akan mendapat fasilitas perpajakan. Misalnya kegiatan yang sifatnya untuk menyendiakan alat-alat TNI, POLRI, dll. Dan kegiatan yang meningkatkan kecerdasan bangsa seperti buku-buku pelajaran, dll.
Dalam bidang PPN terdapat dua fasilitas yaitu pajak terutang tidak dipungut dan pembebasan dari pengenaan pajak yang dapat berlaku sementara atau selamanya. Jadi pihak-pihak yang memiliki usaha dan membantu kehidupan bangsa akan mendapat fasilitas perpajakan. Misalnya kegiatan yang sifatnya untuk menyendiakan alat-alat TNI, POLRI, dll. Dan kegiatan yang meningkatkan kecerdasan bangsa seperti buku-buku pelajaran, dll.
3. Fasilitas yang membutuhkan surat keterangan bebas (SKB)
SKB dapat diajukan oleh WP kepada kantor pajak yang terkait dengan kewajiban PPh pasal 21, PPh pasal 22 misal atas impor emas batangan untuk ekspor emas batangan, PPh pasal 23 atas pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, SKB terkait PPN.
SKB dapat diajukan oleh WP kepada kantor pajak yang terkait dengan kewajiban PPh pasal 21, PPh pasal 22 misal atas impor emas batangan untuk ekspor emas batangan, PPh pasal 23 atas pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, SKB terkait PPN.
4. Fasilitas perpajakan terkait kondisi-kondisi tertentu
a. Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
Fasilitas ini berkaitan dengan pengembalian kelebihan pajak yang mana wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu didahulukan daripada wajib pajak lainnya. Melalui penelitian tanpa pemeriksaan dengan jangka waktu tiga bulan untuk PPh dan satu bulan untuk PPN.
b. Pengurangan PPh pasal 25 karena keadaan perubahan usaha
c. Fasilitas perpajakan karena pengecualian terkait kondisi tertentu
a. Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
Fasilitas ini berkaitan dengan pengembalian kelebihan pajak yang mana wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu didahulukan daripada wajib pajak lainnya. Melalui penelitian tanpa pemeriksaan dengan jangka waktu tiga bulan untuk PPh dan satu bulan untuk PPN.
b. Pengurangan PPh pasal 25 karena keadaan perubahan usaha
c. Fasilitas perpajakan karena pengecualian terkait kondisi tertentu
Demikian postingan dari admin @tanyaPAJAK. Kalau ada kesalahan ketik/peraturan pajak yang berlaku silahkan comment. Maklum admin juga manusia yang tidak sempurna.
Semoga tulisan ini berguna.
Referensi:
0 komentar:
Posting Komentar